Goenawan Mohamad: Anggaran untuk Frankfurt Book Fair Ditetapkan Sebelum Anies Baswedan Menjabat

Anggaran sebesar Rp 147 M untuk Frankfurt Book Fair 2015 ini sudah ditetapkan sebelum Anies Baswedan menjabat Mendikbud.

Saat Anies Baswedan menjabat sebagai Mendikbud, anggaran Frankfurt Book Fair 2015 sebesar Rp 147 M sudah ditetapkan sebelumnya dan program persiapan sudah berjalan sehingga Anies tidak bisa merubahnya. Hal ini sesuai dengan yang diucapkan Goenawan Mohamad saat diwawancarai Tempo.

Berikut petikan wawancara antara Tempo (T) dengan Goenawan Mohamad (GM):

T: Jadi Menteri, Anies Baswedan tak bisa ubah anggaran lebih cepat cair?

GM: Dia kan baru menjabat, sementara program sudah jalan. Jadi memang tidak bisa diubah. Anggarannya sudah ditetapkan di masa Menteri Muhammad Nuh. Aturan pemerintah dan birokrasi (dalam pencairan anggaran) masih kaku. Misalnya, kita menyewa tim public relations. Mereka berbulan-bulan belum dibayar sampai kami mau diancam—tapi belum sampai disomasi. Untung bisa dibujuk.

T: Berapa totalnya?

GM: Tahun 2014, bujetnya sekitar Rp 147 miliar. Pemerintah yang menetapkan anggarannya. Jadi, bukan kami yang mengajukan. Program yang kami susun menyesuaikan dengan bujet pemerintah. 

Baca wawancara lengkapnya di Tempo.co.


Penjelasan Anies Baswedan


Penjelasan Goenawan Mohamad

Ketua Komite Nasional untuk Frankfurt Book Fair 2015, Goenawan Mohamad memberikan penjelasan terkait kegiatan itu.

“Saya adalah Ketua Komite Nasional untuk acara besar selama 2014-2015 di Frankfurt, Leipzig, Bologna dan London itu. Maka jika ada yang perlu dilaporkan ke KPK, itu adalah saya, bukan Anies Baswedan,” kata Goenawan, Jumat (10/3).

Berikut penjelasan lengkap Goenawan Mohamad soal pendanaan Frankfurt Book Fair:

Soal Frankfurt Book Fair Hari-hari ini, saya dengar ada orang yang melaporkan Anies Baswedan ke KPK dengan tuduhan korupsi ketika Indonesia hadir sebagai "negeri kehormatan" di Frankfurt International Book Fair. Saya adalah Ketua Komite Nasional untuk acara besar selama 2014-2015 di Frankfurt, Leipzig, Bologna dan London itu.

Maka jika ada yang perlu dilaporkan ke KPK, itu adalah saya, bukan Anies Baswedan. Bukan karena saya mau pasang badan buat Anies, yang bukan pilihan saya untuk pilkada kali ini. Tapi karena tak adil bagi dia.

Keputusan Indonesia untuk bersedia diminta jadi "negeri kehormatan" ditandatangani bukan oleh Anies Baswedan, melainkan oleh Menteri sebelumnya, Moh. Nuh. Juga besarnya anggaran disiapkan dan diajukan di masa Moh. Nuh. Anies melanjutkan agenda ini, dan saya senang bekerja bersama dia: saya memimpin team profesional, dia aparat Kementerian.

Hasilnya bisa dilihat dari kesaksian dan liputan media terkemuka Jerman. Bahwa sampai ada orang melapor hal ini, tanpa menelaah kejadiannya lebih dulu, membuat saya sedih dengan pilkada ini. Siasat fitnah dan kabar bohong yang dulu diarahkan ke Capres Jokowi kini ditujukan ke Anies -- dan sebelumnya ke Ahok, yang karena fitnah harus diproses di pengadilan. Bahkan hari ini Ahok difitnah ikut terima suap dalam kasus E-KTP. Saya sedih dengan pilkada ini.

Begitu banyak kebencian dilontarkan, tak mau tahu bahwa ini hanya cara memilih orang yang kita kontrak untuk mengurus kota selama paling lama lima tahun. Jika fitnah dan kebencian diteruskan, apa lagi dengan mengobarkan sentimen agama dan etnis, sehabis ini kehidupan politik macam apa yang akan menyertai kita? Luka hati. Perpanjangan saling curiga. Dan kepercayaan yang rusak berat kepada proses demokrasi.

Goenawan Mohamad

Sumber: Facebook Goenawan Mohamad