Ika dan Komunitas Kampung Muara: Cerita Bir Pletok Hingga Daun Mint

Minimnya pendapatan ibu rumah tangga di kawasan Kampung Muara membuat Ika memadukan konsep penghijauan lingkungan dengan perekonomian.

Kawasan Kampung Muara siang itu (15/12) tampak sejuk, meskipun matahari bersinar terik. Naungan deretan pepohonan membuat siapapun yang melintas merasa nyaman. Jajaran pepohonan memang sengaja ditanam oleh Komunitas Kampung Muara, gerakan pemberdayaan perempuan di kawasan Kampung Muara, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.



Dengan memanfaatkan sumber daya alam, mereka mengubah Kampung Muara menjadi kampung yang asri. Penghijauan dan perekonomian menjadi pusat perhatian komunitas yang didirikan awal tahun ini.

Ika Tri Wilujeng, wanita kelahiran Surabaya yang menjadi penggagas Komunitas Kampung Muara ini awalnya hanya melihat potensi Kampung Muara sebagai lingkungan yang cukup asri. Namun, minimnya pendapatan ibu rumah tangga di kawasan Kampung Muara membuat Ika memadukan konsep penghijauan lingkungan dengan perekonomian. Komunitas Kampung Muara mengelompokkan kemampuan anggotanya berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Setelah dilatih, anggotanya dikelompokkan dalam kegiatan berkebun dan kuliner.


Baginya, pemimpin yang terpilih haruslah yang dapat memuliakan perempuan sehingga kaum perempuan dapat maju.

 

Bir Pletok

Tingginya permintaan dari konsumen membuat daun mint dan bir pletok menjadi produksi paling unggul diantara kegiatan lainnya.

Proses budidaya tanaman mint (Mentha Cordifolia) sebenarnya cukup sulit karena memerlukan ketelatenan dalam merawatnya. Namun karena permintaan pasar yang besar, istri dari Ananda Budiantoro ini mencobanya. Sebelum tinggal di Kampung Muara, Ika sudah berbisnis daun mint sejak di Surabaya.

Ika menyediakan pekarangan rumahnya yang cukup luas sebagai tempat menanam daun mint dan produksi bir pletok. Selain daun mint, hasil panen Komunitas Kampung Muara adalah rempah-rempah yang diolah menjadi minuman bir pletok. Minuman khas Betawi ini memiliki tempat di hati para penggemarnya. Bir pletok menjadi salah satu minuman langka yang banyak dicari karena sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Masyarakat Betawi pada zaman itu membuat tiruan bir yang tidak memabukkan, sebaliknya justru menyehatkan. Bahan dasar bir pletok yaitu rempah-rempah seperti jahe, serai, kayu secang dan lain-lain. Dalam memproduksi bir pletok, Ika tidak main-main. Di Kampung Muara, Ika bertemu Rani dan berkolaborasi membuat bir pletok. Tahun 1996, Rani pernah menjadi juara pertama dalam lomba menciptakan resep bir pletok di Jakarta.

Perjuangan Ika menuai hasil, saat ini produksi bir pletok Komunitas Kampung Muara sudah sampai daerah Lampung. “Alhamdulillah, pesanannya semakin banyak, kami sampai kerepotan!” tutur penggemar olahraga bulutangkis itu. Ika dan anggota komunitasnya mengaku kewalahan menerima permintaan pesanan bir pletok yang jumlahnya puluhan setiap minggu. Padahal dalam pemasarannya mereka hanya mengandalkan testimoni pelanggan dari mulut ke mulut. Selain bir pletok, tanaman mint hasil budidaya Komunitas Kampung Muara sudah menjadi pemasok untuk beberapa restauran dan pasar swalayan.

Keuntungan yang dihasilkan dari usaha mereka mencapai antara Rp.200.000 sampai Rp.500.000 setiap bulannya. Pendapatan produk bir pletok dan daun mint dibagi rata ke anggota pengelolanya. Besar kecilnya keuntungan tergantung dengan jumlah pesanan dan kehadiran anggota setiap kali proses produksi. Ika mengatakan siap jika ada perempuan dari kampung lain ingin bergabung dengan Komunitas Kampung Muara dan membantu produksi mereka.

Penghasilan anggota Komunitas Kampung Muara dikelola langsung oleh Ika dalam bentuk tabungan yang dapat diambil setiap bulan. Penghasilan tambahan yang dirasakan sangat bermanfaat bagi ibu-ibu anggota Komunitas Kampung Muara. Mereka terus semangat berupaya memperbaiki kualitas produk mereka.

 

Tidak Ingin Sukses Sendiri

Saat ini Komunitas Kampung Muara tidak hanya menghasilkan daun mint dan bir pletok, namun juga beberapa produk kuliner seperti cilok dan seblak sayur. Dalam prakteknya, perempuan kelahiran tahun 1986 ini melibatkan seluruh anggota Komunitas Kampung Muara untuk menentukan harga, produk dan program yang akan dilakukan. Baginya, gerakan ini bukanlah gerakan perorangan tetapi semua orang berhak mendukung dan membantu sesuai dengan kemampuannya.

Ika juga menambahkan bahwa fokus gerakan yang dilakukannya adalah perempuan. Baginya, selain istimewa, perempuan adalah figur yang bersentuhan langsung dengan keluarga. Harapannya selain bermanfaat bagi keluarga, perempuan juga dapat berkontribusi di masyarakat.

Ika menginginkan semua warga Jakarta dapat maju bersama-sama. Penyuka warna ungu ini berharap Gubernur yang kelak terpilih memimpin Jakarta adalah orang yang bekerja dengan gagasan dan memiliki inovasi, namun tegas dan tetap memperhatikan kearifan lokal. Baginya, pemimpin yang terpilih haruslah yang dapat memuliakan perempuan sehingga kaum perempuan dapat maju.