1 Tidak dilaksanakannya UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2 Adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang menyimpang dari undang-undang.
3 Penghuni tidak menyadari kewajiban Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), berdasarkan UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.
- Penghuni malah menyerahkan fungsi PPPSRS kepada pengelola.
- Pengembang malah menyusun sendiri AD/ART dan Rapat Anggota.
- Pengembang tidak menyerahkan hak pengelolaan kepada PPPSRS setelah transisi satu tahun.
- Pengembang secara sepihak menaikkan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).
4 Penyimpangan AD/ART yang disusun pengembang:
- Hak suara dalam Rapat Umum dibuat proporsional dengan jumlah unit yang dimiliki.
- Penggunaan hak suara diwakilkan dengan surat kuasa.
5 Sengaja menunda pemecahan sertifikat kepemilikan, agar aset yang sebenarnya telah dilunasi oleh konsumen, masih tercatat sebagai aset pengembang untuk diagunkan.
6 Pemilik yang protes dan menuntut haknya sebagai PPPSRS, diancam pengembang dengan memutus akses air dan listrik.
7 PPPSRS yang diatur pemilik sendiri IPLnya Rp. 7000/m2 per bulan, sedangkan yang dikuasai pengembang lebih tinggi 37-50%, yaitu Rp. 16.000-20.000 seperti di Thamrin City dan Kenari Mas.
Anies-Sandi akan menjadi jembatan dalam komunikasi antara pengembang dan penghuni rusun. Meskipun demikian, Anies-Sandi akan memberikan perhatian khusus pada penghuni rusun.
1 Memastikan pemilik rusun memperoleh sertifikat, satu tahun setelah pembelian dari pengembang.
2 Menegakkan UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.
3 Berhenti mengakui PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), tata tertib rapat umum, dan AD/ART hasil bentukan pengembang, yang tidak mewakili penghuni rusun.
4 Memastikan transparansi dan berfungsinya PPPSRS sesuai UU Rusun dan UU Perlindungan Konsumen.
1 “Ketika warga masuk di rusun, itulah awal penderitaan,” kata Hamzah, korban penggusuran rel kereta api stasiun duri, penghuni Rumah Susun Pesakih (Laporan LBH, 2016).
2 Tunggakkan total rusunawa Rp. 1.37 Miliar.
3 Problem penghuni rusunawa korban gusuran:
- Warga mengaku mengalami penurunan pendapatan ketika menghuni rumah susun, karena menjauhnya akses terhadap pekerjaan. Akibatnya, mereka terancam terusir kembali dari rumahnya karena tidak mampu membayar biaya sewa.
- Naiknya biaya hidup transportasi, air dan listrik di rusunawa.
4 Penyebab tunggakkan sampai tahun 2013: denda progresif 2% dalam Pergub No. 11/2014
5 Sebanyak 17% penghuni terkena pungli dari oknum pengelola rusunawa (LBH, 2016).
1 Prinsip: Sumber penghidupan penting agar tidak tercerabut saat relokasi.
2 Kepastian tempat tinggal, melalui skema DP Nol Sewa-Beli, selama jangka panjang (misal 20 tahun).
3 Bergabung dengan OK OCE untuk menciptakan sumber penghasilan.
4 Memberikan akses pendidikan dan kesehatan
-
Sebanyak 60% tidak mendapatkan KJP dan KJS (laporan LBH, 2016).
-
Memberikan unit yang proporsional dengan luas unit di hunian lama yang digusur, bukan menyamaratakan.
-
Audit pelayanan badan pengelola rusunawa.
5 Solusi jangka pendek:
-
Menghapus pergub denda progresif.