Merawat Tenun Kebangsaan

Istilah tenun kebangsaan muncul dari sejarah dan filosofi bangsa ini, bahwa kebhinnekaan adalah fakta, bukan masalah. Bhinneka tunggal ika, berbeda-beda namun satu juga.

Membicarakan kebhinnekaan tanpa membincangkan persatuan akan tampak kosong. Kebhinnekaan itu perlu dirajut agar terus bersatu. Persatuan inilah yang senantiasa kita upayakan, senantiasa kita ikhtiarkan. Jika para pendiri bangsa ini yang merajut tenun kebangsaan, maka tugas kita sekarang adalah merawat tenun kebangsaan tersebut. Ikhtiar itu berupa mempersatukan kebhinnekaan.

Dalam kerangka inilah Anies Baswedan bertemu dengan semua pihak. Sebagai pemimpin, Anies berikhtiar merawat tenun kebangsaan yang ada. Dia membuka dialog ke semua. Kepada nelayan yang terkena dampak reklamasi, warga penggusuran yang tak dapatkan keadilan, para karyawan perusahaan besar, para pengusaha, anak muda, ulama, habaib, guru, wali gereja, komunitas semua agama. Pendeknya, semua warga Jakarta. Anies ingin mengajak menyatukan semua untuk bersama-sama mewujudkan prinsip utama Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh warga.

 

“Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Tidak juga untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa!”

 

Tenun kebangsaan tidak terkoyak oleh beragamnya pikiran, tetapi oleh lemahnya penegakan hukum. Negara tak bisa mengatur ranah pikiran warga. Setiap orang berhak memiliki pikiran yang berbeda. Tetapi, begitu bertindak yang dikategorikan pelanggaran hukum, maka tiada kata lain selain menegakkan hukum. Bila satu tindakan melanggar hukum maka fokus saja kepada pelanggaran tersebut, bukan kepada pikiran.

Ini sesuai pula dengan kaidah nahnu nahkumu bi al-dzawahir wallahu yaqdhi al-sarair (kita menghukumi tindakan yang lahir, dan Allah menilai apa yang tersembunyi dalam hati).

Pemilihan kepala daerah harus diupayakan jangan sampai merusak tenun kebangsaan. Perbedaan pilihan adalah wajar dalam sebuah kontestasi politik. Dalam konteks merajut tenun kebangsaan, pasangan calon juga punya tanggung jawab untuk menjaga tidak terkoyaknya tenun kebangsaan. Kita yakin pasangan Basuki-Djarot dan Anies-Sandi adalah corak pemimpin muda dan modern, punya komitmen untuk tetap berkompetisi secara sehat di Jakarta, sekaligus untuk merajut tenun kebangsaan. (Tajuk Rencana KOMPAS, 17 Februari 2017)

“Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Tidak juga untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa!”

Kebinekaan di Nusantara adalah fakta, bukan masalah! Tenun kebangsaan ini dirajut dari kebinekaan suku, adat, agama, keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik. Setiap benang membawa warna sendiri. Persimpulannya yang erat menghasilkan kekuatan. Perajutan tenun ini pun belum selesai. Ada proses terus-menerus. Ada dialog dan tawar-menawar antar-unsur yang berjalan amat dinamis di tiap era.

Negara memang tak bisa mengatur perasaan, pikiran, ataupun keyakinan warganya. Namun, negara sangat bisa mengatur cara mengekspresikannya. Jadi, dialog antar-pemikiran, aliran atau keyakinan setajam apa pun boleh, begitu berubah jadi kekerasan, maka pelakunya berhadapan dengan negara dan hukumnya.” (Anies Baswedan, Opini di KOMPAS, 11 September 2012).

Gagasan, tindakan dan rekam jejaknya membuktikan bahwa Anies Baswedan seorang perawat tenun kebangsaan. Takkan rela apapun dan siapa pun merobeknya. Tidak juga Pilkada DKI Jakarta ini!

Oleh: Oleh Muhammad Husnil

Tautan Terkait: