Peci Hitam & Identitas Bangsa Indonesia

Peci atau kopiah memiliki sejarah yang panjang. Penutup kepala ini bahkan sudah ada sejak zaman Yunani Kuno. Peci menyebar di Kepulauan Malaya sejak abad ke 13.

Rozan Yunos, sejarawan Brunei Darussalam, menulis asal mula peci di The Brunei Times pada 23 September 2007. Tulisan berjudul “The Origin of The Songkok or Kopiah” ini mengatakan peci terinspirasi dari penutup kepala khas Turki yang bernama fez, fezzi atau phecy. Sedangkan kata kopiah, mengacu pada kata keffieh, kaffiyeh atau kufiya dari bahasa Arab. Selain fez, ada kepercayaan bahwa peci dibawa pada akhir abad ke 13 oleh Laksamana Cheng Ho dari China. Kata peci berasal dari pe (delapan) dan chi (energi), artinya penutup kepala yang menyebarkan energi ke delapan penjuru mata angin.

 

 

Identitas Nasional

Pada tahun 1920, pemerintah kolonial melarang siswa kedokteran STOVIA memakai baju Eropa. Kaum cendikiawan tidak semua mau memakai blangkon, penutup kepala khas Jawa. Terutama mereka yang berasal dari luar suku Jawa. Akhirnya Bung Karno menemukan ide untuk kembali memakai peci hitam ketika ada pertemuan Jong Java di Surabaya, Juni 1921. Cerita ini terdapat dalam autobiografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams. Meskipun sempat ragu dan takut ditertawakan, Bung Karno membulatkan tekad. “Kalau mau jadi pemimpin, bukan pengikut, harus berani memulai sesuatu yang baru,” begitu ujarnya kepada diri sendiri. Bung Karno mengatakan bahwa Indonesia perlu identitas sendiri dan dia memilih peci hitam. Sejak saat itu Bung Karno sering terlihat memakai peci, bahkan tetap memakainya dalam pertemuan internasional.

 

Bukan Simbol Agama

Kehadiran peci di Asia Tenggara memang populer seiring penyebaran agama Islam. Meskipun begitu, peci bukanlah simbol agama Islam. Di era tahun 1945, pemuda Indonesia, apapun agamanya memakai peci dalam kegiatan sehari-hari. Peci digunakan ummat Islam saat sholat dengan tujuan menghindari rambut menutupi dahi saat sujud. Fungsi ini sama dengan penutup kepala di negara Islam lain. Sebelum kedatangan Islam, bangsa Indonesia sudah memakai penutup kepala sebagai pakaian sehari-hari atau perlengkapan ibadah.

Setelah tahun 1950, peci semakin jarang digunakan pemuda Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, kecuali saat mau ke masjid, menghadiri acara keagamaan, atau dipakai santri. Sampai hari ini, peci hitam diakui sebagai identitas nasional, dan dipakai oleh laki-laki dari berbagai kalangan. Pemerintah secara resmi memakai peci hitam di acara kenegaraan, hingga kunjungan ke luar negeri.