Membangun Pendidikan Langsung ke Substansinya

Oleh: Arviantoni Sadri

“Nanti Penilaiannya bagaimana, Pak?” model pertanyaan seperti itu sering saya temui saat memberikan pendampingan implementasi kurikulum kepada guru. Padahal pelatihan baru saja dimulai. Ya, banyak guru yang ketika diberikan pelatihan langsung berpikir ke arah teknis, karena menyangkut beban kerja sehari-hari mereka. Namun, saat diminta menjelaskan substansi dari konsep kurikulum yang mereka terapkan di sekolah, tidak sedikit yang kebingungan menjawab.

Maka, wajar jika dilakukan Uji Kompetensi Guru (UKG) hasilnya relatif sangat rendah untuk ukuran seorang pendidik. Karena soal yang diberikan dalam UKG tidak sedikit yang menuntut pemahaman substantif seorang guru terhadap aspek pedagogis dan profesional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, paham betul bagaimana membangun kemajuan pendidikan suatu bangsa tidak melulu berpikir masalah teknis. Pembangunan pendidikan bangsa yang lebih substantif jauh lebih dahsyat dibanding sekedar mengurusi masalah teknis.

Sebelum menjadi Menteri, Anies sudah merintis program pengembangan pendidikan yang secara substansi sangat meng-Indonesia. Melalui program Indonesia Mengajar, Anies sangat paham bahwa NKRI yang sangat luas dan besar ini harus dibangun secara bersama dengan mengusung nilai kerelawanan menjadi nilai utama. Sebab, Peningkatan mutu pendidikan di daerah terpencil dan ujung Indonesia, tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan imbalan materi (walau aspek materi ini juga tidak bisa diabaikan) dan janji prospek karir semata. Semangat gerakan kerelawanan inilah yang juga di bawa oleh Anies saat menggulirkan program Guru Garis Depan untuk daerah 3T (terluar, tertinggal dan terpencil) dimasa dirinya menjadi Menteri.

Kebijakan yang lebih fokus ke arah substansi tentu bertebaran saat Anies Baswedan menjadi gubernur. Di antaranya adalah mengajak pihak swasta untuk memberikan perlakuan khusus kepada guru, misalnya diskon khusus. Tujuannya tentu bukan sekedar memberikan tambahan kesejahteraan bagi semua guru di Indonesia, melainkan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menempatkan kembali profesi guru agar benar-benar mulia di mata masyarakat. Substansi pemuliaan guru ini tentu akan memberikan efek yang luar biasa terhadap kemajuan pendidikan Indonesia.

Kebijakan lain adalah dengan menggulirkan Indeks Integritas bagi sekolah penyelenggara/peserta Ujian Nasional (UN). Seperti kita ketahui, UN telah lama menjadi isu besar dalam dunia pendidikan, penuh dengan pro dan kontra. Satu hal yang ironis dalam penyelenggaraan UN selama ini adalah rendahnya tingkat kejujuran siswa, bahkan guru dalam penyelenggaraan UN. Hal ini dikarenakan guru dan sekolah dipaksa untuk lebih mengutamakan hasil UN tinggi dibandingkan integritas siswa dan sekolah. Terobosan indeks integritas menunjukkan keberpihakan dan kesungguhan Anies dalam membangun integritas dan karakter bangsa yang terlanjur rusak akibat salah arah kebijakan.

Kebiasaan berpikir pada hal-hal yang lebih substantif ini tentu menjadi modal penting dalam berkontribusi memajukan suatu bangsa di tingkatan manapun. Di mana pun ditugaskan maka perbaikan terhadap permasalahan bangsa dan negara dimulai dari hal yang lebih substantif ketimbang masalah yang hanya terlihat di permukaan. Di poin ini Anies Baswedan sangat pas menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta. Sebab, permasalahan di Jakarta harus diselesaikan mulai dari akarnya. 

Salah satu akar permasalahan di DKI Jakarta adalah pada pembangunan sumber daya manusia agar masyarakat Jakarta lebih bahagia, tertib, berbudaya dan pancasilais. Pembangunan manusia tidak ada cara lain selain dengan memperbaiki mutu dan layanan pendidikannya. Dan Anies adalah orang yang tepat.