Jakarta Bebas Banjir

Menangani permasalahan lingkungan di Jakarta yang menjadi penyebab utama banjir, mengembalikan cadangan air tanah, dan mengajak warga Jakarta untuk berpartisipasi dalam berbagai program penanganan banjir.

Permasalahan

Banjir masih menjadi permasalahan utama Jakarta, khususnya pada saat terjadi hujan besar.

  • Salah satu penyebab munculnya titik banjir baru adalah penyedotan air tanah besar-besaran yang dilakukan warga Jakarta maupun gedung-gedung besar.
  • Penggunaan air tanah sudah melewati batas aman (30%), bahkan mencapai lebih dari 70%.
  • Persediaan air tanah Jakarta sebanyak 852 juta meter kubik. Terdiri dari 800 juta meter kubik air tanah permukaan dan 52 juta meter kubik air tanah dalam.

Kondisi Saat Ini

  1. Pemprov tidak melibatkan warga dalam mengatasi banjir dan kebijakannya tidak memperhatikan permasalahan dari hulu ke hilir.
  2. Selama ini Jakarta hanya memilih pendekatan mengalirkan air ke sungai, riol, hingga dibuang ke laut. Padahal kapasitas sungai terbatas dan kondisi geografis Jakarta sesungguhnya datar sehingga menyulitkan proses pengaliran secara alami.
    1. Pendekatan untuk memperbesar area resapan air tidak pernah dijalankan.
    2. Pembuatan sumur resapan yang harus dipenuhi oleh pemilik Izin Mendirikan Bangunan tidak pernah diawasi dengan maksimal (padahal telah ada Pergub no. 68/2005). Aturan ini adalah upaya memaksimalkan segenap lahan di Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Barat, Jakarta Timur dan seluruh Jakarta Selatan menjadi wilayah tangkapan air.
  3. Akibatnya, upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti normalisasi sungai dan membersihkan aliran air melalui pasukan oranye, belum berhasil mengatasi banjir.
    1. Penurunan permukaan tanah (land subsidence) terus terjadi secara konstan, setiap tahunnya turun 8-18cm.
    2. Pengurangan atau penghentian pembangunan infrastruktur dan gedung-gedung raksasa di beberapa wilayah DKI Jakarta yang menjadi penyebab penurunan permukaan tanah belum dilakukan.
  4. Pengambilan air tanah dalam secara berlebihan masih terjadi, padahal itu yang mengakibatkan munculnya titik-titik banjir baru.

Solusi/Terobosan

Pendekatan Konservasi Air Berkeadilan: Intervensi dari Hulu ke Hilir.

  1. Di Kawasan Hulu
    Bekerja sama dengan Jawa Barat untuk menghijaukan kembali hutan dan membuat wilayah tangkapan air, seperti danau. Tujuannya agar semakin banyak air yang terserap tanah. Ini akan meningkatkan cadangan air baku, sekaligus mengurangi debet/jumlah air permukaan yang sampai ke Jakarta menjadi banjir.
  2. Di Kawasan Hilir (di dalam kota Jakarta).
    Menerapkan kebijakan nol limpasan* dan Darurat Penghentian Penurunan Permukaan Air Tanah**.
    *nol limpasan: tidak ada air hujan yang menggenang, semuanya masuk ke tanah atau tempat lain seperti danau dan sungai.
    **Air tanah yang terus diambil tetapi tidak ada gantinya, menyebabkan permukaan tanah turun, sehingga menyebabkan banjir.
    1. Program Biopori dan Sumur Resapan Kolektif.
      Semaksimal mungkin, air yang jatuh di tiap lahan harus masukkan ke dalam tanah, bukan dialirkan ke saluran. Gedung-gedung komersil menjadi sasaran utama, kemudian diikuti oleh kawasan pemukiman penduduk. Selain itu, tiap RT/RW memiliki sumur-sumur resapan sendiri.
    2. Program Penyerapan Air di Ruang Publik (misalnya jalan dan taman).
      Secara perlahan tetapi pasti, cara ini akan mengisi kembali air tanah Jakarta. Ketika air tanah bertambah, akan menghentikan penurunan muka tanah di sejumlah kawasan, kemudian menangkal intrusi air laut (naiknya batas antara air tanah dengan air laut ke arah daratan, sehingga dapat mengontaminasi sumber air minum).
      • Jalanan Jakarta memiliki sistem drainase terintegrasi dan menjadi wilayah serapan air.
      • Membangun tanggul pantai dan tanggul sungai untuk wilayah Jakarta yang penurunan permukaan tanahnya ekstrim.
      • Penanaman kembali hutan mangrove dan pengerukan sungai (dredging) secara rutin (minimal 2 tahun sekali).
    3. Program pengolahan air limbah.
      Air limbah dari kegiatan manusia dan industri harus diolah, sehingga menjadi cukup bersih dan layak diserap tanah atau digunakan kembali.
    4. Melakukan pengawasan ketat pada pengelolaan air pada bangunan besar.
      • Melakukan audit berkala pada gedung bertingkat dan kawasan komersil yang menggunakan sumur dalam dan belum memiliki reservoir (tempat cadangan) untuk air.
      • Mendorong agar 75% air hujan meresap, untuk bangunan di atas tanah 5000m2.
    5. Mengurangi pembangunan di beberapa titik wilayah Jakarta yang mengalami penurunan tanah secara ekstrim.
    6. Membuat pompa-pompa air berskala besar untuk memompa air ke dalam tanah dan melanjutkan proses normalisasi sungai dengan melibatkan warga.
  3. Manajemen Perubahan dan Solusi Dengan Pelibatan Seluruh Warga.
    1. Saat melakukan normalisasi sungai, akan disediakan rumah baru dan kesempatan kerja bagi penghuni bantaran sungai yang dipindah.
    2. Mengajak warga dalam mencegah banjir, misalnya dengan Gerakan Lubang Biopori dan menjaga sungai/saluran air.

Bagaimana Peran Warga?

  1. Tidak boros menggunakan air bersih, menjaga dan merawat kebersihan saluran air dan sungai.
  2. Turut serta dalam Gerakan Membuat Lubang Resapan Biopori di rumah masing-masing.