Rumah dan Kebahagiaan Warga Jakarta

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno akan memberi perhatian terhadap penyediaan perumahan, karena komponen esensial untuk bisa mewujudkan kebahagiaan warga salah satunya adalah ketersediaan rumah yang layak huni. Rumah menjadi tempat awal pembentukan keluarga yang sehat, sejahtera dan berkarakter.

“Ketika kita mengatakan maju kotanya dan bahagia warganya, maka sebenarnya secara eksplisit bukan hanya benda mati yang dipikirkan, tetapi juga manusianya. Karena perumahan ini adalah salah satu komponen esensial agar warga bahagia,” kata Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada wartawan dalam diskusi media bertajuk “Mengatasi Besarnya Kekurangan Hunian” di Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Selain Anies, hadir juga pembicara lainnya, yakni Jehansyah Siregar (Pengamat dari ITB), Koesnindar selaku pencetus MHT Plus dan Kampung Deret, dan Adhamaski Pangeran (Wakil Ketua IAP DKI Jakarta).

Anies bercerita, saat melintas di kawasan Cakung melihat banyak warga korban penggusuran yang tinggal di bawah kolong jalan tol. Warga digusur tanpa ada surat perintah, tanpa pemberitahuan dan semua prosedur dilanggar. Menurut Anies, warga-warga itu memang bisa tetap bertahan hidup, namun komponen kebahagiaanya turun luar biasa. Oleh karena itu, dia melihat persoalan hunian ini cukup penting.

Berdasarkan data yang dihimpun tim Anies-Sandi, saat ini di Jakarta ada sekitar 1,3 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi kedua dengan backlog (kekurangan) perumahan terbesar di Indonesia, merujuk riset Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014.

Kondisi itu dipicu oleh kenaikan harga lahan di Ibukota yang sangat tinggi mencapai 16% per tahun, sementara upah riil pekerja tumbuh di bawah 10%. Akibatnya, harga rumah di Jakarta tidak terjangkau, sehingga kelas menengah bawah harus pasrah tinggal di pinggiran Jakarta.

“Kita menyaksikan di sini ada persoalan permintaan dan penawaran yang harus diselesaikan secara struktural. Efeknya, laju warga yang bekerja di Jakarta namun tinggal di sub-urban tanpa ada solusi transportasi, jelas menjadi masalah senditri. Mereka banyak menghabiskan waktu di jalanan,” ungkap Anies.

Anies ingin biaya transportasi warga yang sekarang mencapai 30% dari pendapatan keluarga menengah bawah, harus bisa ditekan menjadi maksimum 15%. Caranya mengubah rancangan besar rute angkutan umum supaya melayani permukiman seluruh warga, atau ditambah dengan rute-rute baru.

Pihaknya, ujar Anies, melihat isu besar permukiman di Jakarta ada pada dua hal yakni penataan dan penyediaan. Nah, untuk penataan, pasangan Anies-Sandi akan mengedepankan pola peremajaan kota (urban renewal) yang disesuaikan dengan karakter permukiman di Jakarta. Salah satunya dengan melanjutkan kembali program MH Thamrin Plus yang mengintegrasikan perbaikan infrastruktur dasar, serta merealisasikan kampung deret dengan aktif melibatkan warga mulai dari perencanaan hingga pengelolaannya.

Dirinya, lanjut Anies, mengingingkan penataan itu dikerjakan bukan semata-mata oleh aparat pemprov dan kontraktor pemenang tender, namun masyarakat juga terlibat bekerja secara gotong rotong. Misalnya beberapa RW yang wilayahnya akan ditata ulang bermusyawarah melibatkan ikatan profesi, untuk mencari pola penataan yang spesifik ditempat itu.

“Jadi setiap wilayah penataan akan berbeda-beda, disesuaikan kebutuhan warga setempat. Intinya keterlibatan banyak pihak,” ujar Anies.

 

Kredit Rumah

Selain penataan kampung-kampung, program lain yang akan dilakukan pasangan Anies-Sandi nantinya adalah dengan menghapus uang muka (down payment/DP) kredit pemilikan rumah melalui kredit rumah berbasis tabungan. Bank DKI akan diminta mengganti syarat pembayaran DP yang saat ini sebesar 30% dari harga rumah, dengan jumlah sebesar di tabungan calon konsumen.

Skema lain adalah sewa jangka panjang. Intinya harus ada jaminan orang tinggal di suatu tempat dalam waktu yang cukup panjang (satu generasi, 25 tahun).

Anies juga berencana merevisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2014 yang terkait investasi rumah susun. Dia menilai perlu ada deregulasi dalam investasi rumah susun serta peran aktif pemerintah untuk membangun rumah susun, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Sedangkan untuk mengendalikan harga tanah di Jakarta yang melambung tinggi, Anies menuturkan nantinya pemerintah melalui BUMD akan mendata secara administratif kegiatan jual beli tanah yang akuntabel dalam bentuk bank tanah yang dimanfaatkan untuk pembangunan hunian masyarakat berpenghasilan rendah.

Pengamat perumahan dan permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengatakan, dibutuhkan peran serta berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan hunian di kota besar seperti Jakarta.

“Salah satu solusinya adalah bank tanah. Spekulasi tanah harus dikendalikan, dan dibentuk lembaga perumahan untuk menjamin ketersediaan lahan dan menjadi pengendali harga,” kata dia.

Namun diakui butuh peran signifikan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang memiliki Badan Perencana Infrastruktur Wilayah (BPIW) untuk merealisasikan lembaga Bank Tanah tersebut. (*)